Majalah Selangkah, Tim dari Mabes Polri, TNI
dan utusan Menko Polhukam yang sedang berada di Enarotali, kabupaten Paniai,
Papua,
untuk mengambil data jilid ke-II dinilai tidak ada unsur independen
(Baca: #Paniai-berdarah).
Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Paniai, John NR Gobai mengatakan, peristiwa
penembakan dan pembantaian terhadap 4 pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA),
yakni, Yulianus Yeimo (17), Apinus Gobai (16), Simon Degei (17), dan Alpius You
(18), serta satu warga sipil, di Lapangan Karel Gobay, Kabupaten Paniai, Papua,
pada 8 Desember 2014, merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Dalam peristiwa tersebut, terjadi juga penyiksaan dan penembakan terhadap 18
orang. Korban kritis, Yulianus Tobai (33), Andarias Dogopia (34), Jermias
Kayame (48), Marice Yogi (52), Yulianus Mote (25), Agusta Degei (28); dan
korban luka-luka ringan, Oni Yeimo, Yulian Mote, Oktovianus Gobay, Noak Gobai,
Akulian Degey, Bernadus Bunai, Neles Gobai, Jerry Gobai, Oktovianus Gobai,
Selpi Dogopia, dan Yuliana Edoway," ungkap John saat jumpa pers di Kantor
AlDP Padang Bulan, Kota Jayapura, Senin (1/6/2015) kemarin.
Dijelaskan, kasus penyiksaan, penembakan dan pembantaian tersebut jelas-jelas
telah melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
dan perlu ditindaklanjuti segera melalui Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000
tentang Pengadilan HAM.
Berdasarkan hasil investigas tim Solidaritas, juga Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) di Jakarta, diketahui pelaku
penembakan adalah aparat gabungan TNI maupun Polri, Satuan-satuan militer
tersebut antara lain dari Komando Rayon Militer (Koramil) Paniai Timur, Tim
Khusus (Timsus) Batalyon Infanteri (Yonif) 753/Arga Vira Tama Nabire, Korps
Pasukan Khas (Paskhas) Angkatan Udara Biak, dan aparat Brigadir Mobil (Brimob),
Komando Pasukan Khusus (Kopassus), dan personil Kepolisian Resort (Polres)
Paniai," jelas Gobai.
John mengungkapkan, peristiwa ini telah jelas-jelas memenuhi unsur-unsur
pelanggaran HAM berat, seperti yang tercantum dalam UU Nomor 39 tahun 1999.
Berikut penjelasan yang dikemukakan
ketua DAD Paniai.
Pertama, Hak untuk
Hidup
Pelanggaran terhadap hak untuk hidup
yang merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun
(non-derogable rights), sebagaimana dijamin di dalam Pasal 28 A jo Pasal 28 I
UUD 1945, Pasal 4 jo Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
HAM dan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik.
Kedua, Hak untuk
Tidak Mendapat Perlakuan yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat
Berdasarkan keterangan data, informasi
dan fakta yang ada, terdapat beberapa temuan yang menunjukkan adanya perlakuan
yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat yang dilakukan oleh aparat
keamanan.
Berdasarkan hal tersebut, maka telah
terjadi pelanggaran HAM dalam bentuk perlakuan yang keji, tidak manusiawi dan
merendahkan martabat manusia, sebagaimana dijamin di dalam Pasal 28 G ayat (2)
UUD 1945 jo Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang
Pengesahan Konvensi Anti Penyiksaan jo Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang HAM jo Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang
Pengesahan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik.
Ketiga, Hak Atas Rasa
Aman
Pada umumnya, peristiwa ini telah
menyebabkan rasa ketakutan dan kekhawatiran yang dialami oleh masyarakat, baik
yang menjadi korban maupun yang menyaksikan peristiwa. Berdasarkan hal
tersebut, maka telah terjadi pelanggaran hak atas rasa aman sebagaimana dijamin
di dalam Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 jo Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang HAM.
Keempat, Hak Anak
Berdasarkan pengamatan di lapangan,
telah terjadi pelanggaran hak anak sebagaimana dijamin di dalam Pasal 28 B ayat
(2) UUD 1945, jo Pasal 52 ayat (1) jo Pasal 63 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang HAM, jo Pasal 4 jo Pasal 15 huruf c dan huruf d, jo Pasal 16 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, jo Pasal 19
ayat (1) jo Pasal 37 huruf a Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 19990 tentang
Pengesahan Konvensi Perlindungan Hak Anak.
Dengan fakta dan dasar hukum di atas,
Komnas HAM RI pada tanggal 6-8 Mei 2015 dalam rapat paripurna telah membentuk
Tim Ad Hoc Kasus Paniai, yang terdiri dari beberapa anggota Komnas HAM, dan
unsur masyarakat sipil, seperti diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (2) UU Nomor 26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, untuk melakukan investigasi secara
komprehensif, tuntas, dan menyeluruh," jelas John.
Tetapi, kata dia, dalam seminggu
belakangan ini, berdasarkan perintah Menteri Koordinator Polhukam, tim Mabes
Polri dan Polda Papua sedang berada di Enarotali dan hari ini akan melakukan
sosialisasi serta telah dan akan meminta lagi keterangan dari saksi dari
peristiwa 7-8 Desember 2014. Hal itu menurut John, tanpa koordinasi dan
kehadiran tim Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Komnas HAM RI,
padahal semua saksi, saksi korban telah memberikan keterangan kepada Komnas HAM
dan LPSK serta telah mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK.
Dalam kasus ini terkesan tidak ada
sikap saling menghormati dan menghargai antar masing-masing institusi, tidak
ada sikap kesatria, kejujuran dari institusi, sikap membela wibawa negara jauh
lebih tinggi dari pada nilai sebuah kebenaran, kejujuran dan
independensi," tegasnya lagi.
Maka pihaknya meminta kepada Kapolri
dan Pangab RI dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua, dan Panglima
Komando Daerah (Pangdam) XVII/Cenderawasih, untuk menghentikan proses
pemeriksaan saksi dan korban sambil menunggu LPSK dan Komnas HAM RI, serta
untuk bersikap kooperatif dalam mengusut tuntas peristiwa pembantaian di
Paniai, dengan menghadirkan para pelaku dan saksi dari unsur militer untuk
dimintai keterangan oleh Tim Ad Hoc Kasus Paniai.
Kami mendesak LSM KontraS, LBH, GKI
Papua, GKIP, Koalisi Masyarakat Sipil Papua, lembaga-lembaga HAM internasional,
seperti Amnesty International (AI), Human Rights Watch (HRW), dan Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB), untuk segera meminta Kapolri dan Pangab agar menghentikan
upaya pemeriksaan saksi tanpa didampingi LPSK dan juga menyurati Presiden Joko
Widodo, agar peristiwa Paniai Berdarah dapat diselesaikan secara tuntas dan
menyeluruh," tegas John.
Sumber : http://majalahselangkah.com/content/-ketua-dad-paniai-paniai-berdarah-memenuhi-unsur-unsur-pelanggaran-ham-berat
No comments:
Post a Comment