Setelah menerima informasi dari Dewan Adat Daerah (DAD) Paniai dan Aktivis Bersatu Untuk Keadilan (BUK) mengenai kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang diduga
dilakukan oleh oknum-oknum aparat keamanan di Kampung Ugapuga, Kabupaten
Dogiyai, Provinsi Papua yang menewaskan korban Yoseni Agapa dan korban
luka atas nama Melianus Mote, Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan
Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari mendesak Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) Republik Indonesia untuk mengagendakan investigasi.
"Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH)
Manokwari mendesak Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Republik Indonesia, Nurcholis dan jajaran komisionernya untuk segera
mengagendakan dilakukannya investigasi awal untuk menemukan kesimpulan atas
dugaan kami tersebut diatas," tegas Yan Christian Warinussy, direktur
LP3BH melalui release persnya kepada majalahselangkah.com.
Diketahui, tanggal 17 Juni 2015, terjadi penembakan di kampung Ugapuga
kabupaten Dogiyai. Ada 1 remaja meninggal ditembak mati, dan 7 lainnya
luka-luka. Mereka adalah Yoseni Agapa (19) yang tewas ditembak mati. Kemudian
Melianus Mote (21), Podepai Agapa (14 ),Yulius Agapa ( 17), Yunias Agapa (16),
Feri Goo (15), Neles Douw, Menki Agapa, Leo Agapa, dan Eratinus Agapa.
Advokat dan Pembela HAM di tanah Papua ini menilai, kekerasan dengan senjata
api dan senjata tajam oleh oknum-oknum aparat keamanan dari TNI dan Polri terus
meningkat di Papua (baca: Ini Kronologis Penembakan Masyarakat Sipil di Ugapuga,
Dogiyai, Papua).
Warinussy menduga, bentuk kekerasan di Dogiyai yang diduga dilakukan oleh oknum
aparat keamanan ini ada hubungannya dengan keputusan negara-negara melanesia di
pasifik yang mengambil United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang
melakili rakyat Papua menjadi observer di Melanesian Spearhead Group (MSG)
dalam pertemuan MSG di Honiara, Solomon Island, Juni 2015 lalu.
"Hal ini merupakan bagian dari reaksi negara terhadap sikap dan keputusan
para Pemimpinan MSG yang telah menerima dan menetapkan salah satu organisasi
perjuangan hak politik rakyat Papua yaitu ULMWP sebagai anggota peninjau dalam
MSG tersebut," tulis Warinussy.
Lanjutnya, reaksi tersebut akan terus mengemuka dalam bentuk berbagai langkah
dan tindakan yang senantiasa bertujuan memperhadapkan rakyat Papua dengan
aparat keamanan dalam konflik bernuansa kekerasan yang senantiasa bermuara pada
tindakan yang menjurus pada pelanggaran haka sasi manusia sebagaimana dimaksud
di dalam pasal 7, pasal 8 dan pasal 9 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Para oknum aparat keamanan yang senantiasa ditemukan keterlibatannya
dalam kasus-kasus kekerasan bersenjata di daerah Pegunungan Tengah Papua
seperti dalam kasus Enarotali (8/12/2014) tersebut semakin berani dan terus
dapat melakukan perbuatannya tersebut dan tanpa bisa dikendalikan oleh para
komandan dan panglimanya, apalagi oleh kepala negara sekalipun," tulis
peraih penghargaan internasional di bidang HAM, John Humphrey Freedom Award
tahun 2005 dari Canada ini.
Menurutnya, hal ini disebabkan karena tidak pernah ada langkah penegakan hukum
(law enforcement) yang baik, adil, transparan dan imparsial dalam setiap
kasus dugaann pelanggaran hak asasi manusia yang berat di Tanah Papua dari
sejak tahun 1963 hingga hari ini.
"Seharusnya, sejak kini, Komnas HAM harus segera turun ke Dogiyai dan
memulai melakukan investigasi awal atas kejadian dan atau peristiwa hukum
tersebut, guna mengkaji dan menyimpulkan dugaan telah terjadinya pelanggaran
hak asasi manusia yang berat," ajak Warinussy.
Jika disimak dari kronologis kasus yang dibuat oleh DAD Paniai dan BUK serta
Kontras Papua, jelas Warinussy, nampak jelas arah dan tujuan dari perbuatan
keji tersebut adalah hendak menunjukkan wibawa negara dalam cara pandang dan
tindakan yang salah dan memalukan secara hukum dan melanggar prinsip-prinsip
hak asasi manusia yang berlaku secara universal.
Senada dengan itu, Ketua Dewan Adat Papua (DAP) wilayah Meepago, Marko Okto
Pekey, menuntut Komnas HAM RI turun ke Dogiyai dan melakukan investigasi awal,
dan tetap tidak menutup mata dan serius menuntaskan pelanggaran HAM berat dalam
tragedi Paniai Berdarah pada 8 Desember 2014.
"Komnas HAM RI mestinya turun segera ke Paniai usut tuntas pelanggaran HAM
dimana 4 pelajar ditembak mati dan belasan luka-luka, dan melakukan investigasi
untuk kasus penembakan di Ugapuga, Dogiyai," desak Pekey.
Ketua Gerakan Melawan Lupa, untuk kasus Paniai Berdarah, Demi Nawipa, di
Yogyakarta, juga mendesak Komnas HAM untuk turun segera ke Ugapuga, Dogiyai,
melakukan investigasi kasus ditembak matinya seorang remaja oleh oknum militer
Indonesia.
"Saya minta Komnas HAM, DPR Papua, Bupati Dogiyai, segera turun tangan
untuk investigasi masalah penembakan di Ugapuga, Dogiyai. Untuk kasus Paniai
berdarah, saya minta tarik tim bentukan Jokowi dan Polri, dan biarkan Komnas
HAM RI melalui tim ad hoc bekerja," tegas Nawipa.
Sumber :
http://majalahselangkah.com/content/-komnas-ham-ri-didesak-investigasi-kasus-diogiyai-berdarah
No comments:
Post a Comment