JAYAPURA, SUARAPAPUA.com --- Aparat Kepolisian Resort Kota (Polresta) Jayapura merampas kamera milik wartawan dan menghapus seluruh isi foto, saat membubarkan aksi demo damai yang digelar Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP HAM) Papua,
Pantauan suarapapua.com, sekitar pukul
14.40 WIT, saat negosiasi massa aksi dan Kapolsek Abepura sedang dilangsungkan,
tiba-tiba dari arah Lingkaran Abepura, muncul satu buah truk Polisi dengan
bunyi sirene yang sangat kuat, dan merangsek masuk ke dalam barisan massa dan
secara paksa membubarkan aksi.
Beberapa Frater dan Pastor yang terlihat memegang poster dan spanduk nyaris ditabrak truk Polisi; Puluhan anggota Polisi secara sigap lompat dari truk dan membubarkan massa aksi, dan menangkap belasan mahasiswa, Frater-frater, dan diangkut ke dalam truk Polisi.
Beberapa Frater dan Pastor yang terlihat memegang poster dan spanduk nyaris ditabrak truk Polisi; Puluhan anggota Polisi secara sigap lompat dari truk dan membubarkan massa aksi, dan menangkap belasan mahasiswa, Frater-frater, dan diangkut ke dalam truk Polisi.
Tidak pandang bulu, beberapa wartawan yang berada di tempat aksi dan berusaha mengambil foto juga diintimidasi oleh Polisi, dan dilarang mengambil foto-foto pembubaran aksi oleh aparat kepolisian.
Beberapa Polisi kemudian mendekati
Abeth You, wartawan majalahselangkah.com, dan menodongkan senjata, kemudian
merampas kamera miliknya dan secara kasar menghapus seluruh isi foto dan video
yang diambil.
You sejak awal telah berusaha
menunjukan kartu pers, dan menyatakan bahwa dirinya wartawan, dan sedang
meliput aksi tersebut, namun anggota Polisi tidak menggubris, bahkan tiga orang
anggota Polisi berusaha mengangkut You ke dalam truk Polisi yang diparkir tidak
jauh dari tempat aksi.
“Saat para Frater dipukul dan akan
diangkut ke dalam truk, saya berusah mengambil foto dari arah samping,
tiba-tiba beberapa aparat mendekati saya dan merampas kamera yang saya gunakan
untuk foto, padahal saya telah menunjukan kartu pers,” kata You.
Menurut You, ia tidak diangkut ke
dalam truk karena beberapa wartawan mendekati Polisi dan menyatakan dirinya
wartawan, dan sedang menjalankan tugas peliputan.
“Saya telah berbicara langsung kepada
Wakapolresta Jayapura, Kompol Albertus Adreana dan Kapolsek Abepura Kompol
Marthen Asmuruf, namun Polisi sepertinya tidak menggubris suara saya, dan terus
berusaha menghapus seluruh isi foto itu,” kata You.
Melihat tingkah laku Polisi, rekan
Abeth You yang berada di tempat aksi langsung menelepon Kepala Kepolisian
Daerah Papua, Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw, dan meminta
pertanggungjawaban anak buahnya.
“Saya minta maaf atas peristiwa ini,
saya berharap teman-teman bisa laporkan perbuatan anggota tersebut ke Propam
Polda Papua agar laporan dapat diproses,” kata Waterpauw, saat dihubungi
wartawan.
Menurut Waterpauw, dirinya juga telah
berbicara langsung kepada Wakapolresta Jayapura yang memimpin di lapangan, agar
dapat meminta maaf kepada wartawan atas perlakuan tersebut.
“Saya sudah minta Wakapolresta minta
maaf kepada teman-teman wartawan atas perbuatan ini,” tegasnya.
Sementara itu, Victor Mambor, salah
satu pemegang sertifikat ahli pers Dewan Pers menyebutkan, praktek seperti ini
sering terjadi pada wartawan-wartawan asli Papua.
Selama ini, kata Mambor, kalau
wartawan asli Papua meliput demo, selalu dianggap sebagai pendemo dan
diperlakukan dengan kasar, walaupun sudah menunjukkan kartu identitas
kewartawanan mereka.
“Ini diskriminasi. Polisi adalah
aparat penegak hukum. Tapi kok tidak tahu hukum?” tanya Mambor seperti ditulis tabloidjubi.com.
Menurut Mambor, UU Pokok Pers Tahun
1999 pasal 4 ayat tiga jelas menyebutkan “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers
nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan
informasi”.
“Dan pasal 8 ayat 1 berbunyi: Setiap
orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang
berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2)
dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah),” tambah
Mambor.
Menurutnya, polisi harus lebih
profesional dalam menangani aksi demonstrasi massa. Jangan membubarkan seenak
hati, menganiaya orang dan menangkap orang.
“Dalam kasus ini, polisi adalah pihak
yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau
menghalangi praktek jurnalistik. Penegak hukum itu harus tahu hukum,” ulangnya
lagi.
Di tempat terpisah, Wakapolresta
Jayapura, Kompol Albertus Andreana, menyampaikan permohongan maaf kepada
wartawan atas tingkah laku anak buahnya di lapangan.
“Kami minta maaf kepada teman-teman
wartawan atas perbuatan anggota saya di lapangan, tapi tentu karena ada sebab
akibat,” katanya.
OKTOVIANUS POGAU
Sumber: suarapapua.com
No comments:
Post a Comment