Manokwari
26 Oktober 2015. Sidang lanjutan terhadap 4 aktivis KNPB wilayah mnukwar
kembali ditunda.
Aktiv
KNPB yang menjadi tahanan politik Di manokwari Masing -Masing ; Alexander
Nekenem, Yoram Magai (Sekretaris I KNPB Mnukwar), Othen Gombo (Anggota KNPB
Mnukwar) Dan Nopinus Umawak.
Mereka
ditudu dengan Pasal 106 KUHP JO Pasal 110 (makar) KUHP, Pasal 160 KUHP, Pasal
212 KUHP serta Pasal 216 KUHP makar dan pasal penghasutan, oleh Jaksa penuntut
umum. dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
persidangan
lanjutan hari ini senin 26 otober 2015 kembali dituda lagi untuk yang ke tiga
kalinya. pengadilan menunda persidangan karena tidak ada saksi yang hadir
memberikan keteragan di pengadilan sehingga sidang ditunda harai senin minggu
depan. penundaan persidangan kali ini terjadi yang ke tiga kali terjadi.
poroses
persidangan terus dituda ini menandakan bahwa ketua KNPB dan rekan-rekanya
tidak terbukti bersalah sehingga polisi masih saksi yang memberatkan terdakwa.
dibalik
penundaan persidagan ini menujukan ada konpirasi politik kotor kolonial sedang
bermain dibalik lajar untuk membungkam aspirasi papua merdeka di rana hukum
yang penuh dengan rekayasa tersebut.
penagkapan
poroses hukum terhadap 4 aktivis KNPB dengan tuduhan pasal makar hanya membungkam
dan kriminalisasi terhadap pejugan damai KNPB.
Tindakan
pihak Kepolisian menggiring para tersangka ke proses Pengadilan sudah jelas
merupakan tindakan Pembunuhan Karakter (Kharakter Assassination), membatasi dan
membungkam hak Freedom of Expresion and Opinion seseorang sebagaimana dijamin
konstitusi nasional, deklarasi Universal HAM PBB, konvensi Internasional Hak
Sipil Politik
Sandiwara
Politik Pemerintah RI, dan menganggap tindakan menahan dan mengadili Buchtar
merupakan suatu konspirasi politik Indonesia dalam membungkam hak hak demokrasi
rakyat Papua
Memasuki
tahun 2015 pasal makar masih diterapkan oleh kolonal indonesia terhadap Aktvis
KNPB belakangan ini. Pada tahun 2015 sekitar 9 aktivis KNPB dikenakan pasal
makar, di manokwari 4 orang, di biak 3 dan di yahukimo 2 orang sedang menjalani
persidagan degan Tuduhan kasus makar.
Sesungguhnya
pasal makar yang mereka tudukan tidak pantas karena mereka ditangkap, bukan
karena merencanakan membunuh pejabat negara di papua namun mereka hanya merencanakan
demo damai mendukung petemuan di Honiara Solomon Island pada bulan juni 2015.
Pasal
makar ketentuanya ketiga mereka merencanakan kejahatan untuk membunuh pejabat
negara seperti gubernur bupati dan pejabat negara kolonial indonesia di Papua.
Pasal makar adalah produk hukum dari kolonialisme, digunakan untuk
mengkolonisasi suatu daerah menjadi wilayah koloninya. Demikian juga di
indonesia pasal makar sering digunakan jaman Lama dan orde baru.
Di Papua
pasal makar kerap sekali digunakan oleh penegak hukum kolonial indonesia untuk
membungkam hak politik rakyat Papua dan membungkam Ruang demokrasi sekaligus
mengkriminalisasi terhadap perjuagan secara dama dan bermartabat di Papua.
Pasal makar hanya pasal karet yang tidak relevan untuk digunakan namun untuk
menjastifikasi Aktivis Papua merdeka sebagai pemerontak dan penjahat dan juga
pasal ini digunakan menghukum aktivis Papua merdeka .
Dengan
demikian penegak hukum kolonila Indonesia di Papua terus menerapkan pasal
makar, untuk memvinis aktivis pro merdeka, mebuktikan bahwa, indonesia masih
menggunakan sitem kolonialismenya untuk mengkolonisasi wilayah Papua barat
sebagai wilauah koloninya. Maka secara tidak langsung orang Papua memandang
keberadaan indonesia di papua darai sorong sampai merauke sebagai negara
kolonial.
Karena
sitem kolonialismenya masih di terapkan di Papua Barat, untuk membungkam hak
politik bangsa Papua Papua Barat yang terus menuntut merdeka sesuai dengan
piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) pasal xv pasal 1514 dan 1541
berdasarkan semagat deklarasi dekolonisasi.
Kebebasan
politik membatasi dan membungkam hak Freedom of Expresion and Opinion seseorang
sebagaimana dijamin konstitusi nasional, deklarasi Universal HAM PBB, konvensi
Internasional Hak Sipil Politik dan pasal 2 UU Otsus Papua yang masih
mencantumkan Bendera Bintang Kejora sebagai simbol budaya.
Kebebasan
menyampaikan pendapat dimuka umum dijamin oleh hukum nasional indonesia,
setelah tutunya orde baru dan melahirkan reformasi di indonesia pada tahun 1998
oleh mahasiswa pro demokrasi. Dengan demikian hak menyampaikan pendapat dijamin
oleh undang undang tahun 1998, pasal 28 ayat satu dan dua huf A sampai dengan
huruf J.
Undang
undang dasar 1945 aline pertama menyatkan bahwa Sesungguhnya kemerdekaan adalah
hak segala bangsa maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan peri keadilan dan peri kemanusiaan. Kemudian Pancasila yang
menjadi Ideologi bngsa indonesia pada sila ke Dua dan sila ke 5 jelas-jelas
menyatakan bahwa, “Kemanusiaan Yang adil dan bradap” Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat indonesia. Damun dalam prakteknya pancasila tidak berjalan di
papua. Itu artinya bahwa orang Papua bukan bagian dari indonesia.
Karena
dalam praktek penegakan hukumnya masih diskriminasi, tidak ada keadilan.
Sedangkan di luar Papua ada kebebasan berpendapat masih terbuka tidak ada pasal
Makar dan diskriminasi Rasila, namun di Papua ada pasal makar ruang demokrasi
terus dibungkam.
PASAL
MAKAR HANYA MEMBUGKAM DAN KRIMINALISASI GERAKAN PEJUAGAN KNPB
Pasal-pasal
makar KUHP diadopsi pemerintah kolonial Belanda dari pasal 124 a British Indian
Penal Code tahun 1915. Walaupun, dinyatakan sudah tidak berlaku lagi oleh
Indian Supreme Court dan East Punjab High Court, karena dinilai bertentangan
dengan konstitusi India yang mendukung kebebasan memiliki dan menyatakan
pendapat.
Di
Belanda, ketentuan dalam pasal-pasal makar KUHP ini dipandang tidak demokratis
karena bertentangan dengan gagasan freedom of expression and opinion. Inilah
alasan Pemerintah Belanda hanya memberlakukan pasal-pasal tersebut di
koloni-koloninya. Sehingga sudah semestinya, setelah puluhan tahun Indonesia
merdeka dari Belanda, pasal-pasal tersebut sudah raib dari hadapan warga negara
Indonesia, termasuk di Papua. Karena Papua bukanlah koloni Indonesia.
Makar
(aanslag) secara yuridis, adalah suatu tindakan penyerangan secara sepihak
terhadap penguasa umum dengan maksud supaya sebagian wilayah negara jatuh ke
tangan musuh atau memisahkan sebahagian wilayah dari negara lain.
Makar
diatur dalam pasal 104 hingga pasal 129 KUHP. Dalam pengertian lain, makar juga
bisa diklasifikasikan sebagai:
kejahatan
terhadap presiden dan wakil presiden (negara dan/atau wakil kepala negara
sahabat), terhadap pemerintahan yang sah atau badan-badan pemerintah, menjadi
mata-mata musuh, perlawanan terhadap pegawai pemerintah, pemberontakan, dan
perbuatan lain yang ‘merugikan’ kepentingan negara
. Makar
juga kerap kali dimaknai sebagai penyerangan yang ditujukan kepada pemerintah
(kepala negara dan wakilnya). Motif utamanya: membuat subjek tidak cakap
memerintah, merampas kemerdekaan, menggulingkan pemerintah, mengubah sistem
pemerintahan dengan cara yang tidak sah, merusak kedaulatan negara dengan
menaklukan atau memisahkan sebagian negara untuk diserahkan kepada pemerintahan
lain atau dijadikan negara yang berdiri sendiri.
Sedangkan
pasal-pasal “penyebaran kebencian” (Haatzai Artikelen) atau penghasutan dalam
KUHP diatur dalam Pasal 154, 155, dan 156. Pasal-pasal ini menetapkan,
“pernyataan di muka umum mengenai perasaan permusuhan, kebencian atau
penghinaan terhadap pemerintah” sebagai sebuah kejahatan dan melarang
“pernyataan mengenai perasaan atau pandangan semacam itu melalui media publik.”
Pelanggaran atas pasal-pasal tersebut diancam hukuman penjara hingga tujuh
tahun.
(Nesta
Ones Suhuniap)
Sumber : http://suarawiyaimana.blogspot.co.id/2015/10/sidang-lanjutan-4-aktivis-knpb.html
No comments:
Post a Comment