Majalah selangkah "Di
Suriah ratusan warga sipil mati dalam sekejab mata karena diduga serangan
senjata gas beracun pada hari Rabu, 21 Agustus 2013 di dekat ibu kota Damaskus
- Suriah; sedangkan di Papua ratusan ribu warga Papua mati terbunuhdalam kurun waktu lebih dari 50 tahun karena serangan operasi
militer Indonesia secara terbuka
dan terselubung yang ditempuh secara
terencana, sistematik, dan terukur dari sejak tahun 1960-an sampai saat
ini,"
(baca:www.scoop.co.nz/stories/HL1303/S00152/annihilation-of-indigenous-west-papuanschallenge-and-hope.htm).
Dewan Keamanan PBB menggelar rapat mendadak untuk membahas dugaan
penggunaan senjata gas beracun di Suriah pada hari Rabu itu.nUntuk memastikan
pihak mana yang menggunakan gas beracun menyerang warga sipil di Damaskus itu,
PBB telah membentuk dan mengutus Tim Pencari Fakta. Karena penggunaan senjata
pemusnahan massal, seperti gas beracun masuk dalam kategori kejahatan
kemanusiaan.
Sementara itu, Amerika Serikat sedang mempertimbangkan untuk
melakukan agresi militer ke Suriah, jika terbukti bahwa serangan senjata
pemusnah massal itu dilakukan oleh militer pemerintah Suriah (baca: www.voaindonesia.com).
Bagaimana dengan masalah kejahatan kemanusiaan oleh Indonesia di tanah Papua? Apa sikap dan tindakan PBB untuk Papua Barat? Orang Papua mati setiap hari karena berbagai sebab, dan ini memang berada dalam rencana sistematik dan terukur oleh RI untuk memusnahkan etnis Papua.
Apakah negara negara di dunia dan PBB
akan terus membiarkan Republik Indonesia menjajah bangsa Papua sampai etnis
Papua musnah dari tanah leluhurnya? (baca: www.scoop.co.nz/stories/HL1308/S00090/genocide-of-ethnic-papuans-for-whom-what-was-un-created.htm).
Mungkin mereka berpikir bahwa masalah Papua tidak serumit seperti masalah kemanusiaan di Suriah. Tetapi mereka belum melihat kondisi Papua Barat dari dekat secara teliti dan mendalam. Papua sedang terjadi darurat kemanusiaan terselubung yang amat mengerikan secara sistematik, terencana dan terukur.
Papua terus membara. Sumber api
pertama dan terutama adalah aneksasi bangsa Papua ke dalam NKRI melalui invasi
politik dan militer. Dalam proses aneksasi itu ada empat pihak terlibat untuk
memasang 'api konflik' di Papua, yaitu: Indonesia sebagai inisiator dan aktor
utama aneksasi, Belanda sebagai aktor dan juga sebagai korban agresi, Amerika
Serikat sebagai perancang dan pendukung utama aneksasi, dan PBB sebagai
eksekutor. Serta pihak kelima adalah bangsa Papua sebagai korban abadi
konspirasi kepentingan ekonomi, politik dan keamanan.
Api konflik Ideologi Politik Mabruk
dan Ideologi Politik Pancasila telah merembes masuk dan menghancurkan sendi
sendi kehidupan bangsa Papua. Api konflik ini telah melahirkan berbagai percikan
api konflik. Kobaran api konflik terus membakar hak hak dasar masyarakat
pribumi Papua, termasuk membakar hak hidup.
Asap tebal terus mengepul dari dapur
konflik (Tanah Papua). Berbagai pihak telah melihat asap tebal yang terus
mengepul ini. Ada asap, maka tentu ada api. Sebaliknya, ada api, maka tentu ada
asap. Demikian pula ada konflik, maka tentu ada korban.Sebaliknya, ada korban,
maka tentu ada konflik.
Selama ini berbagai cara dilakukan oleh orang Papua dan solidaritas Internasional untuk memadamkan kobaran api konflik utama dan berbagai percikan api konflik itu, namun nyala api konflik terus menjalar. Karena Negara Indonesia didukung oleh para sekutunya terus mempertahankan dan menyebar-luaskan berbagai api konflik di tanah Papua.
Untuk memadamkan api konflik di tanah
Papua dibutuhkan keterlibatan semua pihak, lebih khusus Indonesia, Belanda,
Amerika Serikat dan PBB sebagai aktor, serta Papua sebagai korban abadi
konspirasi kepentingan. Api konflik utama dan pertama yang harus dipadamkan
terlebih dahulu adalah api konflik sejarah politik Bangsa Papua.
Api konflik ideologi Politik ini telah
melahirkan berbagai percikan api konflik. Jika api utama ini ditangani
dan dipadamkan, maka percikan api konflik lainnya akan ikut padam juga. Dan
sebaliknya, jika api konflik utama itu tidak dipadamkan, maka berbagai api
konflik terus berkobar sampai etnis Papua terbakar hangus, alias musnah dari
tanah leluhurnya.
Semua pihak yang berhati mulia dan menjunjung tinggi nilai nilai
kebajikan memiliki tanggung jawab moral, baik secara langsung dan tidak
langsung untuk menangani dan memadamkan api konflik antara pendukung ideologi
Pancasila (pro NKRI) dan pendukung ideologi Mabruk (pro Papua Merdeka).
Sepanjang api konflik antara pendukung dan penganut dua ideologi ini tidak dituntaskan, maka selama itu pula api konflik terus berkobar membakar hangus umat manusia yang tidak bersalah. Selama itu pula air mata darah dari bangsa Papua terus akan menetes untuk menebus sebuah kebebasan total. Dan suara suara pembebasan dari orang Papua akan terus berkumandang sampai revolusi iman terwujud di tanah Papua.
"Bangsa Papua tidak minta barang milik orang lain. Kami hanya
minta mengakui hak asasi politik bangsa kami, bangsa Papua sebagai sebuah
negara bangsa yang merdeka penuh, sama seperti negara negara/ bangsa bangsa
merdeka lain di dunia". Itulah iman, kerinduan dan harapan bangsa Papua.
Dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang ada pada kami, bangsa Papua terus akan berjuang sampai revolusi iman terwujud di tanah Papua. Dan selanjutnya dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang ada pada bangsa Papua, akan membangun negeri Papua di atas kakinya sendiri.
Semoga suara bangsa Papua dapat didengar dan ditindak-lanjuti oleh semua pihak di mana pun Anda berada untuk menegakkan nilai nilai luhur, seperti keadilan, kebenaran, demokrasi, kejujuran, Hak Hak Asasi Manusia dan kedamaian untuk semua.
Doa dan air mata dari bangsa Papua terus menyertai Anda semua yang
peduli dengan kami, di mana pun Anda berada dan berkarya. Salam solidaritas
tanpa batas!
Selpius Bobii adalah Ketua Umum Front PEPERA Papua Barat,
juga sebagai Tahanan Politik Papua Merdeka di Penjara Abepura.
No comments:
Post a Comment