Jayapura, Jubi – Para pemimpin Pasifik
merilis Komunike Pasific Islands Forum (PIF) yang menguraikan komitmen mereka
dalam 12 bulan ke depan.
Komunike ini mengakomodir lima isu yang diagendakan
selama pertemuan negara-negara Kepulauan Pasifik, 7-11 September di Port
Moresby, Papua Nugini. Perikanan, perubahan iklim, Informasi, Teknologi dan
Komunikasi (ICT) dan Papua Barat diakomodir dalam komunike tersebut.Dalam Komunike ini para pemimpin Pasifik mengakui, selama penyelenggaraan PIF isu Papua Barat mendominasi media massa hingga opini publik di Pasifik. Tak lain karena desakan masyarakat sipil di Pasifik untuk memberikan perhatian khusus terhadap kasus Papua. Menanggapi tingginya tuntutan masyarakat sipil ini, para pemimpin Pasifik mengatakan mereka mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua Barat yang merupakan provinsi paling timur.
Namun mereka tidak bisa menutup keprihatinan terhadap dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua Barat. Perdana Menteri Papua Nugini (PNG), Peter O’Neill yang baru menjabat Ketua PIF ditugaskan oleh para pemimpin ini untuk membicarakan masalah pelanggaran HAM dan kemungkinan mengirimkan misi pencari fakta dengan pemerintah Indonesia.
“Kami harus bekerja sama dan pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia perlu diapresiasi atas upaya yang telah dilakukan sejauh ini dalam memastikan pelaksanaan otonomi luas yang diberikan kepada Papua Barat,” jelas O’Neill, Jumat (11/9/2015) kepada wartawan.
O’Neill membantah
Forum Pasifik telah melewatkan kesempatan untuk mengambil tindakan yang berarti
atas Papua Barat, sekalipun forum ini tidak menyetujui pengiriman misi pencari
fakta ke Papua Barat.
“Kami didorong oleh
apa yang kami dengar dari Jakarta,” katanya.
Sebelum Komunike
dirilis, O’Neill mengatakan kepada wartawan, para pemimpin Pasifik sangat khawatir
dengan dugaan pelanggaran HAM di Papua Barat.
“Kami menyerukan
semua pihak untuk melindungi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dari semua
warga di Papua. Forum para pemimpim meminta pemimpin Forum untuk menyampaikan
pandangan negara-negara Pasifik kepada pemerintah Indonesia,” ujar O’Neill.
John Key, Perdana
Menteri Selandia Baru, negara yang selama ini aktif mendanai proyek-proyek
pembangunan dan HAM baik di Kepulauan Pasifik maupun Indonesia, terkait isu
Papua Barat, mengatakan negaranya tidak memiliki rencana untuk mendukung misi
pencari fakta meskipun organisasi non-pemerintah yang bekerja untuk isu Papua
Barat dan Partai Hijau negara tersebut mendesak hal tersebut.
Selama forum PIF, Key
berkali-kali menegaskan bahwa negaranya akan mengikuti konsensus para pemimpin.
Usai komunike dirilis, Key mengatakan jika Indonesia memberikan lampu hijau
untuk misi pencari fakta, negaranya akan mempertimbangkan dukungan dana pada misi
tersebut. Selama ini, Key mengaku negaranya sudah berbuat sangat banyak di
Papua Barat untuk memperbaiki keadaan. Termasuk proyek kepolisian yang beberapa
tahun lalu dihentikan karena dianggap tidak mencapai tujuan yang diinginkan.
“Menteri luar negeri
kami telah berbicara dengan Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia di Port Moresby
selama penyelenggaraan PIF. Kami menyampaikan kalau fakta yang sangat menonjol,
isu Papua Barat, selama PIF tidak boleh diabaikan. Dan kami yakin, cara terbaik
agar masalah ini ditanggapi adalah meminta dengan baik namun tegas. Berteriak
dari luar dan berharap pemerintah Indonesia mendengarnya tidak akan memberikan
hasil,” ujar Key.
Key beranggapan
satu-satunya cara terbaik untuk menghindari pelanggaran hak asasi manusia di
Papua Barat adalah mengarahkan fokus pada pemerintah Indonesia pada kenyataan
bahwa masyarakat internasional ingin mereka berbuat lebih baik dalam masalah
HAM ini.
Kepulauan Solomon Rencakan Langkah ke
C24
Dalam kesempatan yang sama, Kepulauan
Solomon menyampaikan kepada wartawan mereka berencana mengadakan konferensi
besar untuk organisasi masyarakat sipil dan pemangku kepentingan pemerintah
pada bulan November atau awal tahun depan untuk pendukung perjuangan Papua
Barat menentukan nasib sendiri.
Konferensi ini
menurut Perdana Menteri Mennaseh Sogavare dilakukan untuk menetapkan kerangka
acuan dan rencana aksi terkait Papua Barat yang perlu dilakukan, terutama dalam
proses di Komite 24 (C24) PBB.
“Bersandar pada
penilaian hak asasi manusia, kita akan menentukan apakah beberapa langkah hukum
perlu diambil,” kata Sogavare kepada wartawan, didampingi Matthew Wale, utusan
khusus untuk kasus Papua yang ditunjuk oleh Pemerintah Kepulauan Solomon
setelah pertemuan Melanesia Spearhead Groups bulan Juni lalu.
Kepulauan Solomon,
lanjut Sogavare siap untuk mensponsori resolusi di PBB dan dan Matthew Wale
akan melobi negara-negara anggota Forum Kepulauan Pasifik untuk mendukung
resolusi tersebut. Ia juga mengharapkan negara-negara anggota PIF membuat
pernyataan yang kuat atas isu Papua Barat di PBB. (Victor Mambor)
No comments:
Post a Comment