Latest News

Boudimi News

BOUDIMI NEWS

Wednesday, 13 April 2016

TINDAKAN KEKERASAAN MILITERISME APARAT TNI DAN POLISI DI TANAH PAPUA BARAT





Pertumpahan darah di tanah Papua Barat bukan merupakan sesuatu hal yang mengherankan bagi masyarakat Papua Barat tetapi itu adalah hal yang biasa bagi mereka karena peristiwa seperti ini telah membentuk sebuah sirkulasi yang berputar terus sepanjang waktu. Sirkulasi penderitaan akibat pertumpahan darah yang terbentuk ini dapat terbukti sejak Papua Barat dianeksasikan ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1963 hingga kini. Pertumpahan darah yang dilakukan adalah dalam bentuk operasi militer  dari tahun ke tahun yang digencarkan TNI/POLRI di tanah Papua Barat yang kemudian Papua Barat kini dikenal dengan Daerah Operasi Militer (DOM).

Praktek-praktek operasi yang dilakukan oleh TNI dan POLRI dari tahun ke tahun seperti Operasi Sadar (1965-1967), Operasi Bratayhuda (1967), Operasi Wibawa (1969), Operasi Militer di Jayawijaya (1977), Operasi I dan II (1981), Operasi Tumpas (983-1984), Operasi Sapuh Bersih III (1985), Operasi Militer di Mapenduma (1996), dan operasi-operasi lainnya yang tejadi di tanah Papua Barat.

Kendati demikian negara Indonesia telah memberikan angin segar kepada seluruh masyarakat nusantara di Indonesia ketika bergantinya Era Orde Lama dan Orde Baru pada tahun 1998 dan menjemput sebuah Era Baru yaitu Era Reformasi. Era Reformasi adalah era di mana peluang untuk bebas ekspresi terbuka lebar bagi masyarakat nusantara. Namun demikian Indonesia hanya berubah istilah “Era” sementara pola tindakan Militer tidak pernah berubah dari era satu ke era lainnya. Tindakan kekerasaan militer yang sama dalam Era Reformasi dan Otonomi Khusus dapat terlihat seperti Peristiwa Pelanggaran HAM di Wassior (2001), Penculikan dan Pembunuhan Ketua PDP Theys Hiyo Eluay (2001), Wamena Berdarah (2003), Puncak Jaya Berdarah (2004), Penembahkan Moses Dou di Waghete (2004), Pembunuhan Opinus Tabuni di Wamena (2009), Pembunuhan Melkias Agapa di Nabire (2010), Pembunuhan Kelly Kwalik di Timika (2010), Pembunuhan Dominikus Auwe Alwisius Waine di Dogiyai (2011), Penikaman terhadap Derek Adii oleh Anggota TNI Kodim 1705 di Nabire dari Pelabuhan Samabusa (14 Mei 2011) dan operasi-operasi maupun  pembunuhan-pembunuhan lainnya terhadap masyarakat Papua Barat oleh TNI dan POLRI.

Sebuah tindakan yang dilakukan oleh TNI dan POLRI terhadap masyarakat Papua Barat selalu saja terjadi melalui Operasi Militer. Pertumpahan yang terus terjadi di tanah Papua Barat adalah usaha mencapai terselubung Negara Indonesia terhadap Bangsa Papua Barat yaitu Pemusnahan Etnis Malanesia secara perlahan-lahan (Slow Motion Genocide of Melanesian).

Di Negara Indonesia yang katanya menjunjung tinggi Pancasila dan HAM serta Negara Demokrasi terbesar ketiga di dunia, namun kenyataan yang terjadi adalah Manusia Papua Barat di anggap sebagai manusia kelas 2 atau bahkan Harkat dan Martabatnya diinjak-injak selayaknya seperti binatang dan bahkan dianggap sebagai Boneka yang bisa dipermaikan seenaknya. 

Peristiwa-peristiwa yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) terus menerus terjadi di tanah Papua Barat di depan Mata Publik. Jeritan dan tanggisan rakyat Papua Barat terus memenuhi alam Papua Barat, menambah luka batin pada masyarakat Papua Barat.

Kapankah Negara Indonesia berhenti dan bertobat atas tingkahlakumu yang paling jahat di depan Mata Publik dan TUHAN. Atas perbuatanmu yang jahat terhadap masyarakatku Papua Barat TUHAN sendiri yang akan membalas pahalamu Negara Indonesia.

Sumber : Dogiyai Berdarah

No comments:

FOLLOW VIA FACEBOOK

HAK

"BAHWA SESUNGGUHNYA KEMERDEKAAN ITU IALAH HAK SEGALA BANGSA"

RECENT POST