Peneliti bidang HAM Setara Institute Ahmad Fanani Rosyidi saat mempresentasikan laporan Kondisi HAM di Papua tahun 2016 di kantor Setara Institute, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2017).
Jakarta, - Peneliti bidang Hak Asasi Manusia dari Setara Institute, Ahmad Fanani Rosyidi mengatakan, tahun 2016 merupakan tahun darurat kebebasan ekspresi bagi masyarakat Papua.
Berdasarkan laporan Setara Institute tahun 2016, terjadi
peningkatan pelanggaran HAM di Papua yang sangat signifikan jika dibandingkan
tahun sebelumnya.
"Dari laporan kami terlihat pemerintahan Presiden Joko Widodo menyampingkan wilayah penegakkan
HAM dan penanganan konflik sosial politik. Pemerintah memang memperhatikan
Papua tetapi hanya fokus pada soal pembangunan infrastrukrur," ujar Ahmad,
saat jumpa pers di kantor Setara Institute, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan, Senin (20/2/2017).
Ahmad menuturkan, pada tahun 2015, Setara mencatat ada 16
peristiwa pelanggaran HAM di Papua.
Angka tersebut meningkat menjadi 68 peristiwa pada 2016 dengan
107 bentuk tindakan oleh negara melalui aparat keamanan, seperti POLRI dan TNI.
Jika dirinci, bentuk tindakan yang kerap dilakukan oleh aparat
umumnya berupa penangkapan, penyiksaan, dan kriminalisasi aktivis.
Sementara, menurut laporan Setara Institute, tindakan kekerasan tertinggi
terjadi pada bulan April, Mei, dan Desember.
Pada bulan-bulan tersebut, kata Ahmad, sedang terjadi aksi damai
serentak di tujuh daerah untuk mendukung United Liberation Movement for West
Papua (ULMWP) masuk menjadi anggota penuh Melanesian Spearhead Group (MSG).
Adapun, bentuk kriminalisasi yang paling menonjol terjadi pada
kasus penangkapan ketua Komite Nasional Papua Barat Steven Itlay.
Steven ditangkap usai memimpin aksi damai mendukung ULMWP
diterima sebagai anggota penuh MSG pada KTT di Honiara, Kepulauan Solomon,
Kamis (14/7/2016) lalu.
Kriminalisasi juga tidak hanya terjadi di wilayah Papua. Menurut
Ahmad, belakangan terjadi penangkapan terhadap empat mahasiswa asal Papua di
Manado atas tuduhan makar.
"Aksi tersebut berakhir dengan tindakan represif dan
penangkapan. Polanya selalu sama, dituduh makar, padahal mereka hanya
mengekspresikan hak sipil politiknya sebagai warga negara," ujar dia.
Dari sisi jumlah korban, pelanggaran HAM di Papua terjadi pada
beragam kelompok, baik warga sipil hingga aktivis organisasi politik Papua.
Laporan Setara Institute menyebutkan, jumlah
korban dari warga sipil mencapai 2.214 orang, sedangkan dari aktivis politik
mencapai 489 orang.
Sumber : http://nasional.kompas.com
No comments:
Post a Comment