JAYAPURA - Anak-anak yang bertempat
tinggal di daerah pedalaman Papua, hampir setiap hari harus menempuh jalan yang
sulit untuk sampai di sekolah.
Kepada Antara di
Jayapura, Minggu (1/3), Customer Development Coordinator, Area Development
Program (ADP) Distrik Kurulu,
World Vision Indonesia (WVI), Ardiyanto Parula mengatakan,
anak-anak usia sekolah dasar setiap hari harus berangkat sepagi mungkin menuju
sekolah yang jaraknya sangat jauh dari rumah mereka.
Kurulu
merupakan salah satu distrik dari Kabupaten Jayawijaya yang kondisi alamnya
cukup sulit. Beberapa jalur transportasi hanya bisa dilalui dengan berjalan
kaki, termasuk dari perkampungan ke sekolah. "Rata-rata jarak yang harus mereka lewati dengan jalan kaki antara enam sampai
sepuluh kilometer," ujarnya.
Daerah
pedalaman Papua, terutama Pegunungan Tengah, berupa perbukitan dan pegunungan
berlereng terjal dengan elevasi hingga seribuan meter di atas permukaan laut.
Hal tersebut tentu menambah sulit perjalanan yang ditempuh anak-anak ini.
Namun
demikian, kondisi ini harus mereka hadapi karena kampung-kampung masyarakat
yang terdapat di lembah, relatif mengisolasi mereka dari beberapa titik
pembangunan. Seperti keberadaan beberapa sekolah dasar yang umumnya berlokasi
di daerah yang cukup berkembang, tapi jauh dari perkampungan. "Perjalanan
anak-anak ini bisa sampai satu atau dua jam jalan kaki," kata Ardiyanto.
Lebih
lanjut, dia mengatakan, untuk menyingkat perjalanan, biasanya anak-anak
pedalaman memilih rute yang terjal dan berbahaya. Yaitu memanjat tebing-tebing
gunung yang kemiringan lerengnya hampir sembilan puluh derajat. Selain jarak
yang jauh, banyak tantangan yang harus dihadapi anak-anak pedalaman yang
memiliki semangat belajar tinggi ini.
Jika
cuaca buruk, misalnya turun hujan deras, maka akses menuju pelayanan pendidikan
yang hanya berupa jalan-jalan setapak menjadi lebih sukar dilewati. Lapisan
lempung dan pasir yang mendominasi jalan-jalan antar kampung menjadi lebih
lunak dan licin. Bahkan ada kalanya alur-alur sungai yang banyak dijumpai di
lembah, dilanda banjir bandang sehingga benar-benar memutuskan akses
transportasi. Sehingga, sekolah pun tidak dapat melaksanakan kegiatan belajar
mengajar karena tidak ada guru dan murid yang bisa sampai di sekolah.
Jarak
yang demikian jauh, juga manjadi pertimbangan para orangtua untuk mengizinkan
anak-anak mereka pergi ke sekolah. "Ada juga orangtua takut anaknya ke
sekolah, karena jalannya yang jauh, sedangkan dalam pikiran mereka daerah yang
mereka lalui kadang-kadang tidak aman," kata Ardiyanto. Sementara itu, ada
kalanya para murid harus pulang tanpa membawa ilmu karena sesampainya di
sekolah, ternyata tidak ada guru yang mengajar. "Guru jarang datang ke
sekolah, terutama di pedalaman, sepertinya sudah jadi hal yang biasa,"
jelas Ardiyanto.
Dia
menyayangkan kondisi ini, karena sebenarnya anak-anak pedalaman memiliki
motivasi belajar tinggi. Namun, selama ini belum ada perhatian yang serius dari
pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat, terutama anak-anak untuk memperoleh
pelayanan pendidikan yang layak dengan mudah dan cepat.
Sumber : kompas/news
No comments:
Post a Comment